Pelancong Sadar Bencana


Nekat mandi !
HERAN Ya baca judul di atas ? Tidak biasanya menulis tentang budaya sadar bencana. Padahal 99 persen konten blog ini membahas potensi wisata di Kabupaten Purworejo.
Jangan salah paham dengan judulnya karena tulisan ini bukan soal melancong atau berwisata ke lokasi bencana. Cekrak-cekrek ambil foto, lalu dengan bangga mengunggah di akun media sosial (medsos) dengan caption foto seolah-olah punya peran paling besar, atau bahkan nyinyir. Jauh ! Jauh sekali dari pemahaman itu.
Melalui tulisan ini, saya ingin sedikit berbagi tentang pentingya budaya sadar bencana bagi kita. Tentu ‘kita’ dalam arti luas, dan dalam keadaan apapun, termasuk ketika sedang berwisata. Ingat, berwisata yang sesungguhnya, bukan berwisata ke lokasi bencana.
Tetapi kemudian muncul pertanyaan, sepenting apakah budaya sadar bencana bagi wisatawan. Apakah jargon Siap Untuk Selamat  yang dikampanyekan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pantas dipahami para pelancong ? Jawabannya, jelas perlu !
Jangan salah sedulur, wisata itu ada hubungan, bahkan sangat erat dengan budaya sadar bencana. Bagaimana bisa dua hal yang kebanyakan awam menilai memiliki definisi jauh berbeda, bisa berhubungan erat ? Mengapa bisa demikian ?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, bencana adalah sesuatu (hal/peristiwa) yang menyebabkan kemalangan, kesusahan, kerugian, penderitaan, kecelakaan atau bahaya.
Sementara wisata, dalam kamus berarti aktivitas bersenang-senang atau kata lainnya bertamasya.
Adakah korelasinya ? Berwisata bukan kegiatan tanpa risiko. Ada banyak risiko yang mengintai wisatawan yang berkunjung ke sebuah objek. Ingat kan ada banyak berita kecelakaan atau bencana di objek wisata, bahkan beberapa diantaranya menjadi viral.
Evakuasi wisatawan korban tenggelam
Peristiwa memilukan di objek wisata pernah terjadi di Indonesia. Seperti banjir bandang di Air Terjun Dua Warna, Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara yang menewaskan 21 wisatawan tahun 2016 silam. 
Atau belum lama ini terjadi di negara tetangga Thailand, yakni peristiwa terjebaknya 13 pemain dan pelatih klub sepakbola Wild Boars dalam gua Tham Luang. Hujan ekstrim menyebabkan sungai dalam gua tiba-tiba meluap menggenangi pintu keluar ketika mereka sedang berkunjung dalam objek itu. Ratusan tim SAR gabungan, termasuk dari sejumlah negara berjuang selama lebih dari dua minggu. Upaya penyelamatan bahkan memakan korban jiwa seorang penyelam anggota SAR setempat.
Tidak ada yang bisa menghentikan hujan yang menjadi penyebab utama banjir bandang atau luapan sungai dalam gua. Namun bencana sebetulnya bisa diantisipasi. Korban jiwa seharusnya dapat dicegah apabila mereka memiliki pengetahuan kebencanaan. Untuk pribadi, sepertinya tidak perlu memiliki rencana kontijensi karena itu kewenangan lembaga pembuat kebijakan, dalam hal ini BNPB di pusat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di provinsi/kabupaten.

Papan peringatan di objek wisata.
Cukup kenali risiko bencana di sekitar objek wisata yang akan kita kunjungi. Lalu diingat-ingat, jangan dilanggar. Misalnya, jika tahu yang bakal dikunjungi adalah air terjun, sebaiknya jangan melancong saat bagian hulu hujan lebat. Tandanya apabila langit di puncak atau lereng gunung terlihat mendung gelap.
Saat musim hujan, jangan berkunjung sore karena selepas tengah hari biasanya hujan turun. Boleh berkunjung, tapi tetap berada di lokasi aman dan jangan masuk air. Berbeda dengan banjir di sungai dataran rendah, yang lebih mudah dikenali karena ada tanda-tandanya. Pengalaman saya, ‘kepala’ banjir berupa dinding air berwarna keruh, gelap dan berbuih, bergulung-gulung dengan cepat dari arah hulu. Warna keruh dan gelap adalah sampah atau kayu.
Sementara banjir di air terjun sulit dideteksi kecuali ketika secara tiba-tiba debit air yang jatuh dari ketinggian melonjak drastis, berwarna keruh dan disertai kayu dan batu sebagai material ikutan. Tidak butuh lama air deras meluber menyapu bantaran sungai. Bayangkan jika tubuh kecil manusia disapu air bah berikut material ikutannya.
Sama halnya ketika berkunjung ke gua, terutama yang memiliki aliran sungai di dalamnya. Sebaiknya jangan berwisata saat musim hujan. Sebab, siapa yang tahu ketika kita berada di dalam, hujan lebat mengguyur di luar gua. Sesuai hukum fisika, air permukaan akan mengalir ke tempat lebih rendah. Menggenangi ruang-ruang hingga menutup pintu gua. Pengunjung bakal kaget ketika berbalik arah hendak keluar, jalan buntu tertutup air. Fakta inilah yang terjadi dalam peristiwa terjebaknya pemain klub sepakbola anak di Gua Tham Luang.
Lebih aman mandi di sini !
Kenali bahayanya, kurangi risikonya adalah langkah paling bijak mencegah dampak bencana. Meski diakui, kadang upaya mengenali dan mengurangi risiko bencana susah diterapkan mengingat kebanyakan wisatawan biasanya terbius dengan keindahan objek yang dituju.
Mereka seperti tidak sadar bahwa dibalik daya tarik yang ditawarkan juga terdapat ancaman. Padahal saya yakin secara teori, mereka paham betul tentang bencana. Tetapi sebagian pelancong memilih memaksakan diri berswafoto di lokasi berbahaya demi eksis di medsos.
Selain mencoba mengenali potensi bencana secara langsung ketika berkunjung, kita bisa mencari tahu lewat berbagai sumber dalam jaringan internet. Prinsipnya, cari tahu secara detail sehingga pengunjung tahu harus melakukan apa atau kemana apabila kondisi ekstrim tiba-tiba terjadi.
Kita harus siap untuk selamat. Budayakan kesadaran diri sebagai bagian mitigasi bencana. Memang segala sesuatu sudah ditakdirkan Tuhan, namun kewajiban manusia adalah berikhtiar mempersiapkan antisipasi menghadapi segala bentuk bencana. Salam Tangguh !

……..
#TangguhAward2018
#BudayaSadarBencana
#SiapUntukSelamat




Ganasnya ombak pantai selatan Jawa. 
Bersiap cari korban tenggelam.

Comments

Popular Posts